KACA DAN CERITA ANTON
Bangkit
Prayogo
Komunitas
Masyarakat Lumpur Bangkalan
Sebelumnya di
dalam dunia mimpi aku bertemu dengan cerita-cerita peri, dan beberapa kurcaci
yang ditengarahi telah hadir dalam catatan-catatan yang tidak bisa diungkapkan jenisnya.
Aku sering berbicara dengannya, melalui dunia yang tak berwujud, bercerita
tentang segala permasalahan yang ada, entah dalam hal cinta, harapan, sosial,
agama, politik dan lainnya. Aku juga sering mengunci beberapa catatan dengan
sebuah paham itulah yang dimaksudkan, dan itulah alasan mengapa aku bicara hari
ini, bicara di dalam kamar, memandang jendela dan segala bentuk yang tidak
pernah aku harapkan sebelumnya, hanya di dalam kamar, dan sebuah kaca.
Seperti biasa,
aku selalu menghadap jendela di sebelah utara tempat tidurku. Dari jendela itu
aku bisa melihat gunung, kupu-kupu menari, pohon-pohon yang rindang, dan apa
yang selalu menjadi favoritku selama ini, yaitu sebuah menara berbentuk bulat,
dengan diameter kurang lebih sama dengan gunung disebelahnya. Aku terlalu
sering melihat hal-hal itu sebagai bentuk macam yang tidak tertunda, dari sudut
jendela itu aku juga melihat jika pesawat-pesawat dari angkatan udara setempat
sering melakukan latihan, dari situ aku tahu jika sebuah keamanan Negara sangat
dituntut penting untuk dijaga. Selain sebuah pemandangan itu, aku juga sering
melihat beberapa gadis yang mandi tanpa sehelai kainpun di badannya, aku
ingatkan jika hal ini hanya untuk orang-orang dewasa, dan umurku tepat 17 tahun
ketika berkenalan dengan kalian pembaca ini. Jadi aku berhak dan wajar jika
menceritakan kebiasaanku yang satu ini, aku tanpa sengaja melihatnya, sebab
kamarku berada di lantai 3, lantai 2 ada kamar orangtuaku, dan lantai satu ada
ruang tamu. Begitu indahnya rumahku.
Siang ini aku
akan memperkenalkan teman lamaku, yang mungkin akan kalian anggap ini
mengada-ngada, terserah kalian jika memang ini hanyalah lelucon. Perlu diingat,
dari kecil sampai umur 17 tahun ini, dia menemanikan dalam waktu apapun,
termasuk sekarang ini, ketika ada kalian pembaca. Kami sering membicarakan
cinta, cinta yang ada dalam diri kita sekarang ini tidaklah lebih sebuah tiruan
“Nafsu” kata dia, dan aku tidak menyangkalnya, namun aku mengakatan jika itu
sudah wajar-wajar saja, “Aku tidak percaya cinta.”
Sering juga kami
berdua membicarakan situasi Negara dan kemajuan bangsa, dia menganggap jika
tidak aka nada harapan dalam Negara kita ini, sebab katanya otak dan pikiran
kita sudah terbebani nafsu, contoh seperti ketika banyaknya anak di bawah umur
yang diperkosa oleh orangtuanya sendiri. Dia sering mengkritisi hal-hal
tersebut, tapi sekali lagi aku katakan sudah wajar, dan sewajarnya begitu
menurutku. Dia sering berteriak menjadi-jadi.
“Tetap! aku tidak
setuju dengan yang namanya tindak asusila kepada anak.”
“Dan
aku juga setuju denganmu.”
Selalu kujawab
apa adanya kritikan darinya tersebut. Aku anggap sebagai budaya yang
wajar-wajar saja, sama ketika ada seseorang tanpa celana berkeliaran dan
mempertontonkan kemaluannya di hadapan para wanita, atau para ikan yang sedang
bercumbu di atas kasur yang empuk sekali, dan pastinya bisa dinimati dengan
waktu dan berjalannya keadaan.
Perkenalkan
temanku yang sejati ini, dia ialah yang ada di hadapan kalian sendiri, didekat
kalian sekarang, dan sedang mengintai kalian dari dalam pikiran kalian, dia
teman dalam bayangan kalian sendiri, aku sering menyebutnya “Kaca” itu merujuk
dalam bayangan yang tidak terbatas, dan kalian akan tahu jika kaca temanku ini
lebih setia dari pada siapapun yang ada dalam dunia ini.
Ketika mandi,
ketika tidur, ketika buang air besar dan kecil, ketika berkencan, ketika
bersekolah dan lain sebagainya, dia tetap setia denganku. Dan yang lebih hebat
lagi ialah kita tidak pernah sampai bertengkar dan bermusuhan. Kita saling
mengisi satu sama yang lain, dan hal itulah yang membuat semua berjalan
lancer-lancar saja. Tempat dan tanggal lahir serta tahun kita juga sama, dan
itu sangat aneh.
Sepertinya ada
suara kaki sedang melangkah dalam kamarku ini, dan langkahnya begitu cepatnya,
aku rasa akan ada suatu kabar penting bagitu, aku tebak itu ialah Ibu!.
“Sebentar
dulu ya?, aku masih ingin melayani ibuku tercinta ini, sebentar lagi aku akan
kembali, dan kita akan berdiskusi tentang keadilan serta harga diri.”
“Anton,
cepat keluar, sebentar lagi akan ada unjuk rasa besar-besar untuk menuntut
kenaikan gaji pengemis di jalan pusat kota”.
Aku bertanya pada
diriku sendiri, apa pentingnya itu semua ketika di sampaikan kepadaku?. Ibu
selalu berlebihan. “Iya kenapa bu? apa Anton harus lari, dan sesegera mungkin
untuk mengatakn jika ini tidak wajar?, apa Anton harus mengatakan itu kepada
mereka bu.”
“Terserahlah,
Ibu hanya ingin mengajakmu melihat keseruan itu, sebab nanti mereka berunjuk
rasa sambil telanjang bulat!, dan membawa anjing untuk jaga-jaga melawan
petugas keamanan yang bertugas.”.
Aku kaget, telanjang bulat, dan
membawa anjing?, seperti manusia purba saja.
“Ibu pergi
melihat unjuk rasa itu dulu, jaga rumah.”
Ibu sesegera
mungkin keluar rumah, langkahnya sangat kencang, dan aku berdiri didekat
jendela, untuk melihat kelincahan ibuku sendiri, dia sangat senang untuk
melihat unjuk rasa ini.
“Entahlah.”
Satu peristiwa
aneh terjadi hari ini, suatu peristiwa unjuk rasa, menuntut kenaikan gaji, dan
yang menuntut tersebut ialah pengemis. Negara ini begitu maju, menurut sebagian
pengamat politik, dan menurutku wajar-wajar saja, inilah realitas yang harusnya
bisa diterima sebagai bukti, yang kuat untuk semuanya. Kembali lagi, aku ingin
kalian semua berbicara dengan teman sejatiku ini, dan menanyakan jika memang
ada yang ingin ditanyakan sekali lagi, ini untuk membuktikan jika semua yang
aku katakana itu semua tidak dibuat-buat. Akan aku panggil dia, dan bersiaplah
untuk mendiskusikan segala hal yang ingin kalian diskusikan, dia akan datang dari
sudut kaca itu, dengan wajah yang mirip sekali denganku, namun dengan aura dan
ukuran kepala yang sedikit besar diriku. Mungkin ini hanyalah masalah gendetik.
Akan kupanggil dia.
“Kesinilah,
ada yang ingin berkenalan denganmu.”
“Siapa?”
Jawabnya.
“Seseorang
yang datang dari dunia pembaca, dan ingin mendiskusikan segala hal denganmu,
ayolah keluar.” Aku memang agak sulit untuk mengajaknya keluar, pernah sesekali
dia tidak mau keluar, alasannya ada wanita yang cantik yang sedang membaca, dan
dia tidak kuat akan hal itu. Mungkin dia masih beranjak dewasa mungkin.
“Ayolah
keluar.” Ajakku kembali, dengan berharap yang tuntas sekalipun.
“Baiklah.”
“Ulurkan
senyummu dengan lugu, dan mulailah untuk mengetahui berita terbaru yang mungkin
bisa kita diskusikan nantinya, sapa mereka semua, dengan sopan dan tidak usah
untuk selalu menganggap semua itu sama.” Kebiasaan dirinya selalu saja begitu.
“Salam
kenal, namaku kaca, jenis bayangan, berkulit agak coklat, dan suka sekali
membuntuti segala hal yang dilakukan Anton, dia teman terbaikku, dan kita tidak
pernah sekalipun bermusuhan hanya berpeda pendapat, itupun mungkin.”
“Salam
kenal juga dari kami semua.” Jawab diri anda masing-masing.
Aku sedikit ragu untuk memulai,
peristiwa atau lebih tepatnya pembicaraan tentang unjuk rasa telanjang yang
dilakukan oleh pengemis itu semua.
“Aku
sudah tahu yang terjadi hari ini, dan sungguh menyedihkan apa yang terjadi.
Aneh ketika pengemis menuntut untuk kenaikan gaji, padahal sudah ada dalam
kesepakatan yang diambil oleh mereka dan pemerintah, jika mereka bersedia
menerima gaji bulanan sekitar 1 juta, dan itu sudah sangat cukup untuk seorang
pengemis seperti mereka. Mau mereka ini apa.” Kaca sudah mulai agak kritis, dan
aku sudah salah menilainya.
“Tapi,
mereka punya hak untuk melawan, dan mereka juga punya suara hanya untuk sekedar
menuntut apa yang belum mereka rasakan, dan mungkin mereka merasa kurang akan
apa yang sudah didapat sebelumnya.” Terimakasih atas sanggahannya, mungkin kaca
akan menuntutmu untuk tidak menyanggah lagi, bagiku tetap wajar-wajar saja,
bintang berkelip juga akan berakhir dalam sebuah pertikaian yang terjadi, dan
itulah kaca, aku saja selalu mencoba untuk mencari jalan tengah dalam setiap
hal yang dikritiskannya tersebut.
“Sebelum
kamu jawab, ada baiknya jika kamu tarik nafas dalam-dalam, dan bersiaplah untuk
menjawab.” Suruhku pada kaca.
“Baiklah.”
Dan dia
melancarkan separuh kritisannya tersebut dengan kuat dengan berapi-api tanpa
mengenal ampun, jika yang dilakukan oleh pengemis dalam unjuk rasa itu sangat
tidak masuk akal, dan memang mungkin itu sedikit berlebihan, aku tetap saja
mengenalnya sebagai kaca yang sederhana. Dia menjawab dengan tegas, dan logis.
“Pengemis
bukanlah suatu pekerjaan, bantuan dibutuhkan untuk orang-orang yang bekerja dan
mempunyai hak untuk itu semua. Seperti cinta, cinta tidak dipaksa untuk
dirahasiakan, dan bantuan juga begitu. Pemerintah sudah menunjanginya dengan
memberikan gaji bulanan yang wajar, dan menurutku sangat wajar untuk pengemis.”
Dalam hatiku, aku berucapa jika kaca
sungguh ingin melampiaskannya lebih dalam lagi “mungkin tidak menjadi masalah ketika unjuk rasa itu tidak disalahkan” Dalam
hatiku mungkin inilah yang ingin kusanggah.
“Ketika
pengemis ingin menuntut segala hal bernama gaji,maka harus ada timbale balik
akan itu semua, hak dan segala yang anda maksudkan tadi sebetulnya ingin
kucaci, sebisa mungkin ingin kukatakan jika hak dan segala ranah hak yang ada
itu bukanlah tuntutan!, hak ada untuk segala kemampuan yang tidak mereka
miliki, dan pengemis sebetulnya masih bisa untuk tidak meminta-minta seperti
itu.”
“Pemerintah,
memakai suatu gerakan sosial yang berhubungan dengan apa yang diinginkan oleh
pengemis, mereka telanjang bulat, itu sudah cukup membuktikan jika ada yang
salah dengan otak-otak mereka.”
“Apa
yang salah?”
“Yang
salah ialah bagaimana mereka mununtut apa yang ingin dituntut, ini bukanlah
sensasi, dan Negara ini sudah cukup kaya, dan sudah merasa penting untuk
menanggapi apa yang dituntut oleh para pengemis ini, dan anjing yang mereka
bawa itu menggambarkan ada yang salah juga terhadap nafsu mereka semua.”
Aku sedikit, menoleh pada pembaca, apa
kalian mengerti dengan yang dikatakan oleh kaca?,
“Iya
mengerti, dan sedikit paham akan situasi dari pengemis ini.”
Atau
jangan-jangan kalian emosi mendengarnya, dan ingin menyanggah lagi, Ada baiknya
jika apa yang kaca katakan itu semuanya bisa berdampak positif. Jangan dianggap
sesuatu diluar segala logika. Pemerintah dalam hal ingin membeberkan segala
aspek itu, dan ketika kaca mngkritik aksi unjuk rasa tersebut, sebetulnya dia
berangkat dalam aspek dirinyalah yang ingin menyelamatkan Negara ini. Aku
sedikit paham, kenapa semua terjadi begitu saja.
Dari kejauhan,
suara-suara unjuk rasa pengemis itu terdengar, pesawat-pesawat pemerintah mulai
berdatangan untuk memberikan kesan jika tidak ada yang bisa mengalahkan mereka.
Dan aku melihat jika sangat menyedihkan melihat para pengemis itu bertelanjang
bulat, serta anjing-anjing mereka mengelus-ngelus di bagian pahanya. Membuatku
juga melihat menara di utara jendelaku ini makin indah sekali, asap-asap mulai
mengepul di udara, suara-suara teriakan itu juga makin mendekat.
“Menurut
info gerombolan pengunjuk rasa itu, akan melewati jalan ini, jalan didepan
rumahmu ini.” Ucap para pembaca, yang ingin tidak melewatkan aksi ini.
Sekali lagi, yang aku maksud bukanlah
perkiraan yang muncul, unjuk rasa itu juga bagian yang tidak terpisahkan dari
sejarah, ketika musim-musim tertentu mereka akan mengajak semua aliansi untuk
mendobrak orang-orang yang ingin melawannya, dan itulah realitas yang. Kaca
terdiam, dia sedang memikirkan sesuatu, sedangkan pengemis-pengemis yang
berunjuk rasa tersebut makin mendekat, dan suaranya terdengar.
“Naikkan
gaji kami.”
“Naikkan
gaji kami.”
“Hak
kami ialah hak semua rakyat.”
“Hak
kami ialah kewajiban semua pihak.”
lontaran-lontaran
itu terdengar menggemma, dan tubuh mereka mulai memerah, anjing mereka mulai
bernanah. Mereka seperti gerombolan mumi, atau zombie yang datang menuntut
penyakitnya dihilangkan.
“Hei,
para pembaca. Mungkin ada baiknya jika bagian ini tidak dikendalikan dengan
rasio, dan kemungkinan lainnya, aku bisa
saja menyuruh pengunjukrasa itu bubar, dengan menutup tulisanku ini, apakah
kalian mendengar.?”.
Tiba-tiba kaca
berbicara, dia menolehkan arah wajahnya ke jendela sambil melihat gerombolan
pemain sirkus atau lebih tepatnya pengemis telanjang itu. Dan dengan pelan,
dengan memandang langit, atau pesawat-pesawat yang siap untuk memberikan gas
beracun dari udara, atau juga pasukan darat yang siap menghadang aksi mereka.
“Sudah
sangat menyedihkan, semoga saja dunia bayanganku tidak seperti ini. Tidak
berakhir dengan harapan tertentu itu saja, dan memang bisa saja tidak
dilakukan. Orang-orang itu hanya mencari kesalahan yang sebenarnya ada dalam
dirinya sendiri bukan?, anton itu ada ibumu, ibumu yang mendalangi ini semua. kreator!.”
Sangat jelas
perkatannya barusan, dan sesegera mungkin aku mengalihkan pandangan ke semua
penjuru pendemo itu, dan melihatnya dari jendela kamar. Mencari satu-persatu,
dengan perlahan, suara sangat bising.
“Maaf pembaca,
aku sedang kacau. Mungkin cukup disini saja, diskusinya, penting atau tidak
memang kalian yang menilai. Perkenalan ini menurutku sudah cukup, dan kejadian
unjuk rasa di bawah itu sedikit mengkhawatirkanku, langit mulai gelap. Pasukan
udara pemerintah, sudah mulai meluncurkan senjatanya, berupa gas, dan ketika
kalian menghirupnya kalian akan langsung menjadi manusia yang sangat kecil,
seperti pembasmi serangga saja. Aku ingin mencari ibuku dulu, dan apa yang
dikatakan oleh kaca tadi, sebetulnya tulisan kalian sendiri pembaca!,
harap-harap cemas ya? mungkin tidak bisa lebih panjang lagi, aku ignin mencari
ibuku. Sudah cukup, cukup dan cukup.”
“Tidak apa-apa,
sudah cukup mengenalmu, dan sudah cukup untuk mendalami segala hal, bayangan
jugalah yang ingin ditentukan. lihat mereka telanjang bukan, Anton tetaplah
ada.”
“Ibu!” Ujar Anton
sangat keras, dan menangis sekencangnya.
“Naikkan gaji kami.”
“Naikkan
gaji kami.”
“Hak
kami ialah hak semua rakyat.”
“Hak
kami ialah kewajiban semua pihak.”
Para pengemis ini, terus berjalan,
menuju halaman-halaman baru, dan selembar cerita yang juga baru juga. “Hentikan
semua!.”
0 komentar:
Posting Komentar