Sabtu, 02 Mei 2015

SIGMUND FREUD



SIGMUND FREUD ; HASRAT

Dia adalah “kemurnian” dalam bidang Psikologi modern, kajiannya bertentangan dengan beberapa pemikir Psikologi lainnya, yang menganggap Psikologi sebuah ilmu tentang gerak-gerik genetik “umum”. Freud datang dalam dunia imajiner, disebuah tahun yang memang sedang merindukan pendekatan “tidak wajar” dari lainnya.

Dari sebuah kajian ilmiahnya dengan percaya diri dia memperkenalkan sebuah metode pendekatan baru “Psikoanalisis” yang mengedepankan gerak permasalahan manusia dari hal yang “tidak terlihat”. Dia mengamalkan kepribadian sebagai tindak tutur tidak sadar, yang nantinya mengamalkan ke—dalam stimulus-yang dia sendiri “tidak sadar” akan itu. Tidak sadar adalah “sadar”.

Dengan mengamalkan tentang “kepribadian” Freud sadar jika manusia adalah mahkluk penuh 
 “hasrat”, didalamnya tumbuh-partikel-partikel kecil untuk memuaskan dirinya sendiri. Bidang yang secara tidak sadar dia peroleh selama tingkatan “imaji”. Freud percaya jika hasrat akan bisa dibebaskan dengan sebuah pengalaman “pribadi” seseorang tersebut, yang dia amalkan sebagai tajuk ideologi “sadar”. Tingkatan hasrat tadi sudah akan menjadi partikel-partikel yang alami yang akan membunuh hasratnya sendiri.

Sebagaian dari pemikiran Freud umunya adalah gejala yang sudah terjadi, dan sedang untuk melewati masa “kritis”. Dalam kajiannya, dia menganggap hasrat akan datang jika hasrat itu tida tersalurkan dengan “imajinya”. Secara umum pada-pendekatan “Psikoanalisis” Freud menduga itu semua gejala yang sama yang dialami oleh hewan pada “umumnya”. Dengan demikian, ketika hasrat berada menguasai jiwa manusia, Freud percaya jika Manusia sama halnya dengan “Hewan”.

Demikian juga halnya, ketika sedang mengendalikan “hasrat” jiwa dan pikiran hanyalah bentuk-bentuk partikel itu, sebab ruang “sadar” Manusia sudah terkekang oleh keberadaan jiwa lainnya. Beberapa partikel yang dikuasai “hasrat” tadi ber-ujung dengan pendekatan “negatif”. Sebuah ruang yang hanya dimiliki “Manusia”, manusia sedang mempunyai “pikiran”. Yang harusnya mendapatkan daya positif agar geraknya tidak terulang sebagai penolakan yang utuh. Ketika itu, “Hasrat” berupaya menjadikannya tindakan untuk memperoleh hasil lainnya. Tindakan itu akan berujung sebagai tingkatan “makna”-adalah sebab ketika tingkatan itu akan merumuskan hipotesis baru. 

Ketidaksadaran yang sedang dialami itulah yang menyebabkan Manusia mempunyai pikiran, yang juga membedakan mereka dengan “Hewan”.
Freud sadar ketika itu ke-ilmuan untuk bidang Psikologi sedang melaju pada jalan “salah”, sebab dia melihat pola-pola pemikiran Psikologi pada waktu itu memberangkatkannya dengan gejala-gejala “genetik” dan gejala “sadar”, gejala-gejala itu sudah berupa “dampak” dari gejala “tidak sadar” yang sudah terlewatkan. Stimulus itu sekedar merumuskan kajiannya sendiri. Sedangkan Freud mereduksi titik “tidak sadar” dalam Manusia, hasrat berada pada bagian itu. Jiwa adalah “kegundahan”, “imajinasi”, “kepuasan” dan “pikiran”. Dalam kaitannya itu Freud mengatakan jika jiwa adalah 

Manusia, dan Manusia adalah jiwa. Hasrat merupakan kajian menarik-sedangkan berifikirnya tidak melupakan ranah “sadar” itu sendiri.

Ketika awal abad 20 datang dengan “modernitas” atau ketika dewa-dewa dalam Hindu menyaksikan ke-biadaban Manusia modern, semua adalah sebab “Hasrat” yang tidak terkendali.

Freud mengamalkan kajiannya untuk memprediksi kejadian-kejadian jiwa yang akan semakin menakutkan. Kejadian-kejadian itu adalah ruang “tidak sadar” Manusia yang di-kuasai oleh jiwanya sendiri, bagaimana Ayah membunuh anaknya sendiri, Ibu diperkosa anak sendiri, dan pembunuhan-pembunhan di atas batas normal. Hasrat yang dikatakan Freud merujuk pada hal ini, ketika “Manusia” tahu seberapa “pintar” hasrat mempermainkan keadaaan.

Freud agaknya merasakan itu semua, dia seperti mempermainkan waktu dan memutar memorinya untuk mengingatkan “masa depan” pada waktu itu. Dia ada disekitar kita, mengamati kita, mengamalkan kita ke-dalam Tuhan, mempercayai “seks” sebagai Tuhan, dan mengajak kita melakukan hasrat dengan halus. Freud sadar, jika masa depan tidak-lah seindah harapan.

Dia dengan “ke-hasratannya” telah di-makamkan pada tahun 1939-dengan itu, anggapan telah tiba, dan bukti telah ada. Freud sedang menyamar disebuah stasiun, di-dekat pertokoan yang menjual makanan ringan, sedang melihat dan mengamati Manusia “ber-ciuman’ di-depan orang, dengan telanjang.

Bangkit Prayogo, 27-04-2015 ___Majalah Indeks edisi ke-2

0 komentar:

Posting Komentar