Dalam beberapa perjalananya, Eco menganggap “teks”
sebagai pendahulu sebelum adanya makna. Makna ada ketika ada “teks” dan begitu
juga sebaliknya. Penalaran-penalaran semacam itu tidak terduga menghadirkan
paham “semiotika Eco”, yang mengkaji makna sebagai ke-utuhan totaliter yang
akan dibutuhkan untuk kepentingan yang besar. Sebagai pendahulunya semacam “Charlers
sendiers Pierce” yang menganggap dunia teks adalah dunia imajinasi yang akan
mengantarkan simbol-simbol baru pada makna. Demikian juga Eco yang telah
mengukur secara rinci kekuatan diskriptif struktural yang anti “dekon”. Artinya adalah sebagai totaliter yang utuh Eco juga menganggap jika suatu “teks” ada
maka “teks” tersebut juga akan ada sebagai “mati”,. Mengarahkan seluruh “teks”
kepada makna.
“Faoucault's Pendulum” salah satu judul Novel Eco yang
memang mengutamakan kesatuan cerita sabagai keutuhan makna. Permainan “teks”
jelas menjadi keunggulan yang tidak dapat dibantah. Ada semacam gambaran dalam
Novel tersebut jika alur tidak utuh adalah tidak penting, kepentingan yang
sangat penting lebih kepada “teks” yang kita tulis sendiri. Sehingga tampak jelas jika pada
tulisan-tulisan Eco terutama pada “Foucault’s Pendulum” telah mendefiniskan
semiotik baru yaitu bermain pada proses “teks” menjadi “makna yang terbatas”. Definisi-definisi
ini tidaklah juga perlu diperdebatkan, sebab keingingan untuk mendebatkan juga
tidak penting di bahas.
Kesatuan__isi cerita dalam Novel tersebut
menggambarkan jika Eco tidak mendefiniskan makna secara “besar” dengan “besar
yang “utuh”. Di dalam takarannya Eco menganggap kesatuan atau stimulus program “teks”
ditentukan oleh “teks” itu sendiri, sehingga “teks” akan mematikan “makna”
untuk digambarkan secara tidak utuh. Hal
yang serupa terjadi pada Novel-nya “The name orf the rose”, kesatuan makna
seakan ditelan oleh “teks” itu sendiri. Makna agaknya tidak menjadi penting
menurut Eco, sebagaimana pengamalan dunia__Hamlet menundukkan ayahnhya sendiri,
bukan permasalahan inti dalam cerita tersebut atau “makna”, makna tidak akan
ada sebelum “teks” akan ada__menyudutkannya.
Kekacauan atau apapun tidak mungkin terjadi tanpa “teks”,
makna sebelumnya hanyalah nilai-nilai tidak “utuh” yang dibuat semacam “obat”
mengalahkan “teks”, kematian makna telah akan terjadi setelah “teks” bermain
pada ruang imajinasi. Makna-makna atau jalan yang telah di pahat atau
semacam-nya mungkin didasari dengan pengalaman untuk menulis. Satuan “teks”
juga akan memengaruhi “makna” dalam tulisan. Umberto Eco- mendalami sebuah “makna”
hanya untuk mendalami “teks” untuk jalan menuju “proses” itu sendiri. Mungkin dia
sedang duduk dengan menghayati “teks-teksnya” dan mendefinisikan “makna” dalam
teks tersebut. Dia___menunggu “teks tidak menjadi makna”.
Bangkit
prayogo___Majalah Indeks, Edisi ke__6
0 komentar:
Posting Komentar