MARX
& ENGGELS
Abad
ke-20 adalah perang Imprialisme, Kapitalisme, dan Kolonialisme. Perang mengajak
pertumpahan saudara sebagai penolakan, dan hasilnya merupakan ke-tidakadilan
pada semua manusia khususnya adalah kaum-kaum yang tidak mengerti optimalisasi “modern”.
Tokoh yang menemukan permasalahan itu “Marx” dan “Enggels”, mereka merupakan
kajian dalam bidang sosial yang utuh.
Semenjak
“Marx”” dan “Enggels” datang untuk mereduksi hal itu, permasalahan semakin
beranjak pada bidang-bidang lainnya. Modernitas, kaum industri dan revolusi
“Eropa” semua adalah bentuk budaya “Modern” yang di-implisitkan pada ranah
ke-sosialan. Marx dan Enggels datang untuk mencemarkan budaya “Modern” itu,
bagaimana mereka mencetuskan sebuah Ideologi tentang “Pembebasan” yang hadirnya
di-produksi dalam magnum opus “Das capital” yang sampai beredar dalam tiga
edisi. Pada kesempatan itu, Marx merencanakan sebuah Ideologi baru yang telah
di-setujui oleh kehendak batinnya, adalah “Pemberontakan”.
Tercapainya
sebuah produksi moral dan industri se-akan mengajak berbagai pola pikir itu
untuk “berfikir” keadaan ini terlihat ketika awal abad ke-20, banyak
bidang-bidang yang meng-amini sebuah produksi untuk di-sejajarkan ke-bidang
lainnya. Tidak akan “Marx” dan “Enggels” menganggap ini semua adalah hal
“biasa”, agar itu semua ada, maka “pembebasan” menuntut untuk hadir. Das
capital adalah “sorga” adalah “pemberontakan yang hadir untuk “Marx” dan
“Enggels”. Sebuah paradigma mengerucutkan struktur “Borjouis”, hal apakah yang
akan terjadi ketika tidak ada “pembebasan” serta “Revolusi” dunia, adalah
“kemandulan berfikir”.
Marx
dan Enggels merupakan pemikir yang tidak pernah mereduksi keadaan yang biasa.
Mereka adalah “kebebasan”, sedangkan keadaan dimana “kebebasan” itu diwujudkan
dalam tingkatan kritis, sebuah dinamika dalam berfikirnya. Marx akan hadir
untuk sejuta permasalahan modernitas ini, Enggels menciptakan “mimpi” itu untuk
ditolak dalam budaya “kapitalisme”. Mereka berdua akan hadir selanjutnya, semua
cara berfikir mereka merupakan dinamika “budaya modern” yang akan terus dipakai
sampai Dunia ini tidak bertolak lagi. Akan hadir “Marx” dan “Enggels” baru
untuk meng-kritisi hal-hal modern.
Sejak
abad ke-20 ini, terkadang semua mempunyai mimpi, modernitas mengajak dinamika
struktur tersebut, masa-masa ke-gelapan awal abad ke—15, di-Eropa merupakan
revolusi radikal dalam keadaan tidak sadar. Kita berhak memunculkan
budaya-budaya radikal yang sangat imaji, sebuah tolak ukur “genetik” yang akan
merumuskan “Hipotesis” itu pada langkah selanjutnya. Dimana modernitas, maka
aliran atau ideologi “Marxis” akan melawan. Kapitalisme, Impirialisme, dan
kolonialisme sedang mengajak kita ber-perang dengan sengaja.
Kesadaran
itu tidak melewati batas-batas “rendah”, keadaan dimana “Marx” dan “Enggels”
hadir
pada masa itu. Sedang kita secara “sadar” melewatkan
pola berfikir mereka, dinamika budaya yang “rancu” mengkontruksi se-masanya
untuk hadir dalam “pemberontakan” secara “Ideal” akan hadir suatu saat. “Marx”
dan “Enggels” sedang bermimpi dalam mimpinya, dampak modernitas akan terus
“ada” sebagian merupakan tindakan minim dimana manusia hadir sebagai tokoh
utama. Sebagainya, tidak pernah ber-filsafat dalam “pikiran” Marx dan Enggels
tidak mungkin “Men-dustakan” semua umat manusia hanya untuk kepentingan sendiri.
Sejak tidak ada “kenyataan” maka, bidang-bidang yang dianggap “Menakutkan” bagi
Marx dan Enggels adalah “mustahil”.
“Marx”
dan “Enggels” tidak merencakan dinamika moral produksi kita, sedangkan
pola-pola yang ada selalu merencanakan dinamika itu. Bagaimana mereka me-ngajak
“kritis” dan tidak ada stuktur untuk selanjutnya. “Marx” dan “Enggel” hanyalah
manusia yang sudah melewati “imajinasi” dan perubahan modernitas, se-akan
melewatkan itu semua. Tindakan, moralitas, produksi, dan Budaya merupakan bidang
yang akan terus ada selama manusia terus ada, “Marx” dan “Enggels” sudah tiba
pada kursi tua, untuk tidur selamanya.
Bangkit Prayogo, 24-04-2015__Majalah Indeks,
edisi-1.
1 komentar:
lanjutkan,
Posting Komentar